KANTOR FIRMA HUKUM
H. RIF'AN HANUM & NAWACITA

Konsultan Hukum | Advokat | Kurator| Paralegal | Konsultan Pajak |

Bank atau Rentenir Berseragam? Analisis Hukum terhadap Praktik Pembebanan Bunga Berlebihan dan Peran Otoritas Pengawas (Artikel ini berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh Ibu Sarotun Asal Desa Ngingas Rembyong Kec. Sooko Kab Mojokerto melawan Bank Benta Mojokerto)

Abstrak

Fenomena lembaga perbankan yang membebankan bunga sangat tinggi hingga utang awal yang hanya Rp3.000.000 membengkak menjadi Rp51.000.000 mencerminkan praktik yang menyimpang dari prinsip keadilan ekonomi dan perlindungan konsumen. Artikel ini mengkaji fenomena tersebut dari perspektif hukum perbankan dan perlindungan konsumen, serta mengevaluasi peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan aparat penegak hukum dalam mengatasi praktik seperti ini. Melalui pendekatan yuridis normatif dan analisis kritis, tulisan ini menyoroti ketimpangan kekuasaan antara lembaga keuangan dan masyarakat miskin, serta perlunya penguatan regulasi dan penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan ekonomi.

Dalam sistem keuangan nasional, bank memiliki kedudukan strategis sebagai penggerak roda ekonomi masyarakat. Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit bank yang justru bertindak layaknya rentenir dengan membebankan bunga dan denda yang sangat tinggi, mengarah pada eksploitasi terhadap nasabah, khususnya dari kelompok masyarakat miskin. Ketika utang pokok sebesar Rp3.000.000 berubah menjadi Rp51.000.000, muncul pertanyaan krusial: apakah ini praktik bisnis yang wajar atau bentuk legalisasi rentenir?

 

Fenomena Pembebanan Utang yang Tidak Masuk Akal

Kasus pembengkakan utang dari Rp3 juta menjadi Rp51 juta merupakan contoh nyata dari praktik compound interest (bunga majemuk) yang tidak dikendalikan. Di sisi lain, biaya keterlambatan (late fee), penalti, dan biaya administrasi yang tumpang tindih seringkali tidak diungkapkan secara transparan kepada debitur.

Praktik semacam ini dapat melanggar:

  • UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 8 tentang larangan mencantumkan klausul yang tidak jelas atau merugikan konsumen.
  • UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang mewajibkan bank menjalankan prinsip kehati-hatian dan transparansi.

Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

OJK sebagai regulator sektor jasa keuangan memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen dan memastikan praktik lembaga keuangan tidak melanggar prinsip keadilan. Sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, fungsi utama OJK meliputi:

  • Pengawasan terhadap produk dan aktivitas bank.
  • Penyelesaian sengketa melalui LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa).
  • Edukasi dan perlindungan konsumen sektor keuangan.

Namun, dalam praktiknya, mekanisme pengawasan preventif terhadap praktik pembebanan bunga berlebihan masih lemah. Banyak aduan masyarakat tidak berujung pada sanksi tegas terhadap bank.

Peran Bank Indonesia (BI)

Sebagai bank sentral, BI berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan turut mengatur suku bunga acuan melalui kebijakan moneter. Namun BI juga memegang tanggung jawab moral untuk mendorong prinsip keuangan inklusif, sebagaimana dituangkan dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

BI dapat:

  • Mendorong kebijakan suku bunga mikro yang adil.
  • Menjadi referensi bagi pembatasan maksimal bunga yang dapat dibebankan bank kepada debitur rentan.
  • Mendorong bank-bank untuk menjalankan pembiayaan berbasis etika, khususnya bagi pelaku UMKM dan kelompok masyarakat bawah.

Peran Penegak Hukum

Lemahnya keberpihakan hukum kepada masyarakat miskin juga tampak dalam banyaknya kasus perdata utang piutang yang tidak mempertimbangkan azas keadilan substantif. Dalam kondisi di mana seseorang tidak mampu membayar bukan karena niat jahat, namun karena jerat bunga dan penalti yang tak manusiawi, maka:

  • Penegak hukum (hakim, jaksa, polisi) harus menilai secara holistik, tidak hanya berdasarkan teks kontrak, tetapi juga asas keadilan dan kepatutan.
  • Perlu dorongan untuk menggunakan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen yang melarang klausul baku yang merugikan konsumen.

Perspektif Keadilan bagi Masyarakat Miskin

Masyarakat miskin seringkali berada dalam posisi lemah secara struktural dan informasi. Mereka tidak memiliki daya tawar terhadap klausul kontrak dan sering tidak diberi pemahaman yang cukup tentang konsekuensi keuangan dari utang yang mereka ambil. Ketika utang kecil membengkak drastis, yang dikorbankan adalah hak hidup layak, martabat, dan ketenangan hidup.

Praktik semacam ini tidak hanya menciptakan jerat utang, tetapi memperpanjang siklus kemiskinan. Hal ini sangat bertentangan dengan:

  • Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
  • Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Rekomendasi Kebijakan dan Hukum

  1. OJK perlu menetapkan batas maksimal bunga dan penalti yang diperbolehkan, termasuk transparansi biaya kredit.
  2. Pemerintah dan DPR perlu mengatur regulasi khusus anti-predatory lending di sektor perbankan formal.
  3. BI dan OJK wajib memberikan sanksi tegas terhadap bank yang mempraktikkan pembebanan bunga berlebihan.
  4. Pengadilan harus mulai mengadopsi asas keadilan sosial dan keberpihakan kepada pihak yang lemah secara ekonomi dalam putusan perkara utang.
  5. Edukasi keuangan massal harus digalakkan untuk masyarakat miskin agar mereka mampu mengenali praktik keuangan yang merugikan.

Ketika lembaga keuangan yang seharusnya menjadi penyelamat justru bertindak seperti rentenir, maka yang tercabik bukan hanya logika hukum, melainkan juga rasa keadilan sosial. Dalam kondisi seperti ini, negara tidak boleh berdiam diri. Keadilan ekonomi bukanlah milik kaum elite semata, tapi hak dasar setiap warga negara, terutama mereka yang berada di titik paling rapuh dalam struktur sosial.

 

  1. Putusan Mahkamah Agung No. 2899 K/Pdt/1994 (15 Februari 1996)

Putusan ini menetapkan bahwa:

“Bank yang menyatakan secara tertulis kreditnya sudah macet, maka secara yuridis pada saat itu segala sesuatunya harus dalam status quo, baik mengenai jumlah kredit yang macet tersebut maupun tentang jumlah bayarnya. Tidak dapat diberikan lagi penambahan atas bunga, terhadap jumlah kredit yang sudah dinyatakan macet tersebut.”(Ercolaw)

Artinya, sejak bank menyatakan suatu kredit sebagai macet, tidak diperkenankan lagi menambahkan bunga atas jumlah kredit tersebut.(Ercolaw)

 

  1. Putusan Mahkamah Agung No. 1021 K/Pdt.Sus-Pailit/2018

Dalam perkara ini, Mahkamah Agung menguatkan prinsip dari Putusan No. 2899 K/Pdt/1994, menyatakan bahwa setelah kredit dinyatakan macet, bank tidak boleh lagi membebankan bunga tambahan.(Ercolaw)

  1. Putusan Mahkamah Agung No. 2818 K/Pdt/2000

Putusan ini menegaskan bahwa bunga yang dibebankan tidak boleh melebihi 2% per bulan, sesuai dengan asas kepatutan dan keadilan.

  1. Putusan Mahkamah Agung No. 19/Pdt.G.S/2023/PN Rbg

Dalam perkara ini, meskipun kredit telah dinyatakan macet, bank tetap membebankan bunga tambahan. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam yurisprudensi sebelumnya.

Implikasi Hukum

Yurisprudensi di atas menegaskan bahwa setelah kredit dinyatakan macet, bank tidak diperbolehkan menambahkan bunga tambahan. Hal ini untuk melindungi debitur dari beban yang tidak adil dan memastikan bahwa praktik perbankan tetap dalam koridor hukum yang berlaku.

 

Nisfi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terkait

Kami di Kantor Firma Hukum H. Rifan Hanum & Nawacita percaya bahwa kepercayaan klien adalah yang utama, dan kami selalu berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik di setiap langkah hukum yang kami tempuh bersama klien kami.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Important Links

Customer Spotlight

Customer Service

Marketing

FAQ

Company

About Us

Projects

Team Members

Services

Kontak Kami

rifanhanum@gmail.com

+62 816-533-510
+62 811-3422-86

Jl. Raya Sidoharjo No.07, Simpang, Sidoharjo, Kec. Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur 61351

© 2024 Created