Hari: 27 Mei 2025

  • JERITAN KORBAN KEBIADABAN PEMILIK PT HANASTA INDO PERDANA & BINTANG BANJARSARI JETIS   Oleh: Nadhiotul Munawaroh., S.H.*

    JERITAN KORBAN KEBIADABAN PEMILIK PT HANASTA INDO PERDANA & BINTANG BANJARSARI JETIS  Oleh: Nadhiotul Munawaroh., S.H.*

     

    Kasus penipuan oleh PT Hanasta Indo Perdana dan Bintang Banjarsari Jetis, yang menjanjikan tanah kavling murah namun ternyata fiktif, memiliki implikasi hukum yang kompleks dan dapat ditinjau dari beberapa aspek peraturan perundang-undangan yang terkait, baik dalam hukum pidana, perdata, maupun peraturan sektor perumahan. Dalam hukum pidana, perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, dan menciptakan kesan legalitas dengan melibatkan notaris untuk membujuk korban menyerahkan uang. Hal ini memenuhi unsur-unsur penipuan karena terdapat unsur kebohongan yang disengaja untuk mendapatkan keuntungan, menyebabkan kerugian nyata kepada korban. Pelaku dapat dijatuhi hukuman pidana berupa penjara maksimal empat tahun.

    Selain itu, jika pelaku mengumpulkan dana dari masyarakat tanpa izin sebagai pengembang properti, maka tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 42 Undang Undang ini mengatur bahwa setiap badan usaha yang menyelenggarakan pembangunan perumahan wajib memiliki izin resmi dari pemerintah daerah dan memenuhi ketentuan tata ruang serta administrasi lainnya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 150 Undang-Undang yang sama. Peraturan ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik pembangunan properti yang tidak bertanggung jawab dan memastikan setiap pengembang mematuhi standar legalitas yang ditentukan.

    Di sisi lain, tindakan pelaku juga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 4 Undang-Undang tersebut memberikan hak kepada konsumen untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam kasus ini, pelaku memberikan informasi palsu mengenai status tanah kavling, keberadaannya, serta keabsahan dokumen yang disertakan. Pasal 19 dan Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen memberikan dasar bagi korban untuk menuntut ganti rugi, baik melalui pengadilan umum maupun melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sanksi pidana bagi pelanggar juga diatur dalam Pasal 62, yang dapat berupa pidana penjara maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.

    Dari perspektif hukum perdata, para korban dapat mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata tentang wanprestasi jika terdapat perjanjian tertulis antara korban dan pelaku yang dilanggar. Jika tidak ada perjanjian tertulis, korban dapat mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). Dalam gugatan ini, korban harus membuktikan empat elemen utama: perbuatan pelaku bertentangan dengan hukum, adanya kerugian yang nyata diderita korban, hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian, serta kesalahan pada pihak pelaku. Gugatan ini dapat mencakup tuntutan ganti rugi materiil, seperti uang yang telah disetorkan, dan immateriil, seperti penderitaan psikologis akibat penipuan.

    Dalam kaitannya dengan sektor perumahan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun juga relevan jika tanah kavling yang dijanjikan merupakan bagian dari proyek pengembangan rumah susun. Pasal 43 Undang-Undang tersebut mengatur bahwa pembangunan rumah susun harus sesuai dengan rencana tata ruang dan mematuhi persyaratan administrasi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 100 dan Pasal 101 Undang-Undang tersebut, yang meliputi sanksi administratif, perintah penghentian pembangunan, hingga pidana.

    Adapun Peran notaris yang terlibat dalam transaksi juga harus diperiksa secara menyeluruh. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris memiliki kewajiban untuk bertindak independen dan memeriksa legalitas dokumen yang ditandatangani. Jika terbukti notaris ikut memperkuat kebohongan pelaku, maka ia dapat dikenakan sanksi administratif, pencabutan izin praktik, atau bahkan pidana.

    Demi mencegah kejadian serupa di masa depan, agar tidak adanya korban lain dikemudian hari maka regulasi terhadap pengembang properti harus diperketat, dan pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas pembangunan perumahan. Edukasi masyarakat juga penting untuk meningkatkan kewaspadaan dalam transaksi properti, termasuk memastikan legalitas tanah atau rumah yang hendak dibeli. Dengan penerapan hukum yang tegas, penegakan peraturan yang konsisten, dan langkah preventif yang komprehensif, diharapkan keadilan bagi para korban dapat diwujudkan dan kejahatan serupa dapat dicegah secara efektif.

     

    Referensi :

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun

    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN)

     

    * Staff Legal Kantor Firma Hukum H. Rifan Hanum dan Nawacita

  • JASA KONSULTASI AMDAL TAMAN BAHARI MOJOPAHIT MENCAPAI  RP 229.999.000,- oleh : Nadhirotul Munawaroh., S.H. *

    JASA KONSULTASI AMDAL TAMAN BAHARI MOJOPAHIT MENCAPAI RP 229.999.000,- oleh : Nadhirotul Munawaroh., S.H. *

     

    Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan instrumen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Sebagai syarat wajib bagi kegiatan dan/atau usaha yang berdampak besar dan penting terhadap lingkungan, AMDAL memiliki dasar hukum yang kuat dan peran strategis dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Artikel ini membahas pengertian, tujuan, proses, serta dasar hukum AMDAL berdasarkan pendekatan ilmiah dan yuridis, dengan menekankan relevansinya dalam konteks pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup.

    Secara ilmiah, AMDAL adalah proses kajian sistematis terhadap dampak besar dan penting dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Proyek Taman Bahari Mojopahit (TBM) dengan menyedot anggaran dari APBD Kota Mojokerto yang artinya haruslah dipertanggung jawaban secara maksimal, baik secara filosofis, sosial masyarakat, dampak ekonomi sampai dengan pertanggung jawaban hukum.

    Pemenang Tender Jasa Konsultasi Amdal yaitu CV Multi Lisensi yang beralamatkan di Jalan Veteran No 148 Umbulharjo Yogyakarta, perusahaan jasa konsultan yang memenangi proyek tersebut haruslah bertanggung jawab secara moral, bagaimana proyek yang membahayakan keuangan negara sampai lolos amdalnya, siapa yang bermain, siapa yang berperan meloloskan perizinannya, bagaimana mitigasinya kedepan. Jangan sampai mitigasi risiko bencana nilainya jauh dari angka proyek utama yaitu TBM itu sendiri. Siapa yang menentukan angka ratusan juta rupiah untuk memberikan jasanya tentang menganalisis dampak lingkungan kedepan, hal ini sangatlah tidak masuk akal.

    Secara hukum, definisi AMDAL tercantum dalam:

    • Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 ayat (1), yang menyatakan: “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL.”
    • Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagai turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    Secara ilmiah dan praktis, AMDAL bertujuan untuk:

    • Mengidentifikasi dampak negatif dan positif dari suatu proyek.
    • Memberikan informasi ilmiah kepada pengambil kebijakan.
    • Menjadi dasar pengambilan keputusan dalam pemberian izin lingkungan.

    Fungsi yuridis AMDAL antara lain:

    • Sebagai prasyarat perizinan berusaha berbasis risiko.
    • Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
    • Dasar penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

    AMDAL merepresentasikan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam pembangunan. Ia juga mencerminkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan seperti:

    • Intergenerational equity (keadilan antar generasi),
    • Polluter pays principle (si pencemar wajib membayar),
    • Sustainable resource use (penggunaan sumber daya secara berkelanjutan).

    Beberapa tantangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan AMDAL di Indonesia antara lain:

    • Kurangnya partisipasi publik secara bermakna.
    • Penyusunan dokumen yang cenderung formalitas (copy-paste).
    • Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran AMDAL.
    • Konflik kepentingan dalam tim penyusun dan penilai AMDAL.

    Sangat patut dipertanyakan Proyek TBM yang saat ini masih dalam tahap penyelidikan Kejaksaan Kota Mojokerto (sejak agustus 2024 – belum rampung) karena molornya pekerjaan dan hasilnya sangat terkesan asal-asalan, banyak rangka beton yang sudah rusak (rompal), acian semen yang sudah mengelupas, cover kapal yang dibangun sangat tidak professional. Belum lagi jika musim hujan wilayah tersebut terancam kebanjiran, lalu apa yang perlu dinantikan dan yang paling ironisnya lagi, sampai saat ini proyek senilai milyaran rupiah tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Jika Kejaksaan Kota Mojokerto menunggu hasil audit BPKP Jawa Timur, untuk menentukan suatu kerugian negara sehingga bisa naik penyidikan (menetapkan tersangka), menjadi pertanyaan menarik bagi masyarakat awam – apakah memang hanya kerugian negara saja yang bisa menjerat hukum para pelaku yang menyebabkan tidak bermanfaatnya TBM. Apakah indikasi suap yang sudah disampaikan oleh pemenang proyek bahwa ada pembayaran upeti kepada pejabat dilingkungan Pemkot Mojokerto akan hilang begitu saja seiring dengan berjalannya waktu. Wallahu a’lam bish-shawab.

    *Staf legal Kantor Firma Hukum H. Rifan Hanum dan Nawacita